Jam Gadang adalah landmark kota Bukittinggi dan provinsi Sumatra
Barat di Indonesia. Simbol khas Sumatera Barat ini pun memiliki cerita
dan keunikan karena usianya yang sudah puluhan tahun. Jam Gadang
dibangun pada tahun 1926 oleh arsitek Yazin dan Sutan Gigi Ameh.
Peletakan batu pertama jam ini dilakukan putra pertama Rook Maker yang
saat itu masih berumur 6 tahun. Jam ini merupakan hadiah dari Ratu
Belanda kepada Controleur (Sekretaris Kota).
Simbol khas Bukittinggi dan Sumatera Barat ini memiliki cerita dan
keunikan dalam perjalanan sejarahnya. Hal tersebut dapat ditelusuri
dari ornamen pada Jam Gadang. Pada masa penjajahan Belanda, ornamen jam
ini berbentuk bulat dan di atasnya berdiri patung ayam jantan.
Pada masa penjajahan Jepang , ornamen jam berubah menjadi klenteng.
Sedangkan pada masa setelah kemerdekaan, bentuknya ornamennya kembali
berubah dengan bentuk gonjong rumah adat Minangkabau .
Angka-angka pada jam tersebut juga memiliki keunikan. Angka empat
pada angka Romawi biasanya tertulis dengan IV, namun di Jam Gadang
tertera dengan IIII.
Dari menara Jam Gadang, para wisatawan bisa melihat panorama kota
Bukittinggi yang terdiri dari bukit, lembah dan bangunan berjejer di
tengah kota yang sayang untuk dilewatkan.
Saat dibangun biaya seluruhnya mencapai 3.000 Gulden dengan
penyesuaian dan renovasi dari waktu ke waktu. Saat jaman Belanda dan
pertama kali dibangun atapnya berbentuk bulat dan diatasnya berdiri
patung ayam jantan.
Sedangkan saat masa jepang berubah lagi dengan berbentuk klenteng
dan ketika Indonesia Merdeka berubah menjadi rumah adat Minangkabau.
Setiap hari ratusan warga berusaha di lokasi Jam Gadang. Ada yang
menjadi fotografer amatiran, ada yang berjualan balon, bahkan mencari
muatan oto (kendaraan umum) untuk dibawa ke lokasi wisata lainnya di
Bukittinggi.
“Jam Gadang ini selalu membawa berkah buat kami yang tiap hari
bekerja sebagai tukang foto dan penjual balon di sini. Itu sebabnya jam
ini menjadi jam kebesaran warga Minang,” ujar Afrizal, salah seorang
tukang potret amatir di sekitar Jam Gadang.
Untuk mencapai lokasi ini, para wisatawan dapat menggunakan jalur
darat. Dari kota Padang ke Bukittinggi, perjalanan dapat ditempuh
selama lebih kurang 2 jam perjalanan menggunakan angkutan umum. Setelah
sampai di kota Bukittinggi, perjalanan bisa dilanjutkan dengan
menggunakan angkutan kota ke lokasi Jam Gadang.
Lebih Jauh Tentang Jam Gadang:
Sepintas, mungkin tidak ada keanehan pada bangunan jam setinggi 26
meter tersebut. Apalagi jika diperhatikan bentuknya, karena Jam Gadang
hanya berwujud bulat dengan diameter 80 sentimeter, di topang basement
dasar seukuran 13 x 4 meter, ibarat sebuah tugu atau monumen. Oleh
karena ukuran jam yang lain dari kebiasaan ini, maka sangat cocok
dengan sebutan Jam Gadang yang berarti jam besar.
Bahkan tidak ada hal yang aneh ketika melihat angka Romawi di Jam
Gadang. Tapi coba lebih teliti lagi pada angka Romawi keempat. Terlihat
ada sesuatu yang tampaknya menyimpang dari pakem. Mestinya, menulis
angka Romawi empat dengan simbol IV. Tapi di Jam Gadang malah dibuat
menjadi angka satu yang berjajar empat buah (IIII). Penulisan yang
diluar patron angka romawi tersebut hingga saat ini masih diliputi
misteri.
Tapi uniknya, keganjilan pada penulisan angka tersebut malah membuat
Jam Gadang menjadi lebih “menantang” dan menggugah tanda tanya setiap
orang yang (kebetulan) mengetahuinya dan memperhatikannya. Bahkan
uniknya lagi, kadang muncul pertanyaan apakah ini sebuah patron lama
dan kuno atau kesalahan serta atau atau yang
lainnya. Dari beragam informasi ditengah masyarakat, angka empat
aneh tersebut ada yang mengartikan sebagai penunjuk jumlah korban yang
menjadi tumbal ketika pembangunan. Atau ada pula yang mengartikan,
empat orang tukang pekerja bangunan pembuatan Jam Gadang meninggal
setelah jam tersebut selesai. Masuk akal juga, karena jam tersebut
diantaranya dibuat dari bahan semen putih dicampur putih telur.
Jika dikaji apabila terdapat kesalahan membuat angka IV, tentu masih
ada kemungkinan dari deretan daftar misteri. Tapi setidaknya hal ini
tampaknya perlu dikesampingkan.
Sebagai jam hadiah dari Ratu Belanda kepada controleur (sekretaris
kota), dan dibuat ahli jam negeri Paman Sam Amerika, kemungkinan
kekeliruan sangat kecil. Tapi biarkan saja misteri tersebut dengan
berbagai kerahasiaannya.
Namun yang patut diketahui lagi, mesin Jam Gadang diyakini juga
hanya ada dua di dunia. Kembarannya tentu saja yang saat ini terpasang
di Big Ben, Inggris. Mesin yang bekerja secara manual tersebut oleh
pembuatnya, Forman (seorang bangsawan terkenal) diberi nama Brixlion.
Sekarang balik lagi ke angka Romawi empat, apakah pembuatan angka
empat yang aneh itu disengaja oleh pembuatnya, juga tidak ada yang
tahu. Tapi yang juga patut dicatat, bahwa Jam Gadang ini peletakan batu
pertamanya dilakukan oleh seorang anak berusia enam tahun, putra
pertama Rook Maker yang menjabat controleur Belanda di Bukittinggi
ketika itu.
Ketika masih dalam masa penjajahan Belanda, bagian puncak Jam Gadang
terpasang dengan megahnya patung seekor ayam jantan. Namun saat
Belanda kalah dan terjadi pergantian kolonialis di Indonesia kepada
Jepang, bagian atas tersebut diganti dengan bentuk klenteng. Lebih jauh
lagi ketika masa kemerdekaan, bagian atas klenteng diturunkan diganti
gaya atap bagonjong rumah adat Minangkabau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar